Observasi Global
Saat ini kita mencermati berbagai fenomena global yang implikasinya menimbulkan krisis yang banyak ragam tafsir apa itu krisis, yang sederhananya bermakna kedaruratan yang berakibat kerusakan memerlukan tindakan cepat mengatasinya baik skala makro dan mikro.
Krisis terjadi karena rekayasa manusia dan juga kejadian alam. Pemahaman dalam Crisis Management yang dikenal sebagai “Threat is Real” but “when”. Tidak semua ancaman bisa dihalangi, tetapi harus diatasi dengan tindakan segera yang berkualitas dan kuantitas. Pengalaman menunjukkan bangsa yang memiliki kesiapan dengan perencanaan dan persiapan yang solid disertai kontrol yang ketat akan mampu dengan tenang dan cepat merespon dan mengatasi krisis.
Skala global kini dan mendatang mengindikasikan dunia tidak lepas dari ketidak pastian politik dan ekonomi. Ada kepentingan politik global dan “shift economic power” yang dipastikan besar efek negatifnya bagi negara lain. Pada sisi strategis lain terjadi “shift military power” dari persenjataan pemusnah massal beralih ke intensitas diseminasi teknologi canggih baik manned dan unmanned yang dioperasionalkan dalam perang asimetries secara inkonvensional. Juga hadir mandala perang baru dalam teknologi informasi yaitu Increasing Competence of Hackers (Cyber Armies), popular dengan sebutan Cyber War. Fenomena strategis lainnya, korupsi dan disloyal people terhadap integrasi nasional terutama yang berciri plural.
Jika mendalami observasi global maka ada faktor yang dominan berpengaruh yaitu geopolitic, power, interests plus culture yang mempengaruhi terjadinya krisis suatu negara. Bagi Indonesia tentunya hanya satu sikap Collective Respon To Protect The Country, tidak lain Sipil dan Militer bahu membahu bekerja sama.
Interaksi Sipil dan Militer
Saat ini interaksi sipil dan militer sudah mendunia menyelesaikan nyaris semua permasalahan kelangsungan hidup kemanusiaan dan kenegaraan bahkan menjadi strategi solusi di era demokrasi. Pendekatan mutualistis, interdependensi dan konsultasi individu serta institusi telah menjadi suatu kekuatan preventif dibangun dalam kerangka bekerja sama sipil dan militer. Interaksi sipil dan militer mengenal tiga elemen : pertama, Bertukar informasi kapasitas; kedua, Membangun tim kerja dan pelatihan bersama lintas sektor sipil dan militer; ketiga, Menyusun program bersama.
Secara universal dikenal dua tipe misi militer dan sipil bekerja sama. Dalam misi kemanusiaan disebut Humanitarian Action, sedang misi politik negara disebut Military Action. Adapun pengerahan kekuatan militer menjadi kewenangan keputusan politik otoritas sipil yang berdaulat, yang lingkup penugasan militer pada area stabilisasi dan rekonstruksi krisis.
Kapabilitas ekspertis sipil sangat dominan dalam interaksi sipil dan militer. Area profesi sipil berkembang pesat tampak dari berbagai aspek, seperti penguasaan teknologi hardware dan software, medis, legal, manajemen lingkungan, ekonomi bisnis dan teknologi informasi.
Peran militer bersifat “ultima ratio”, bukan penentu akhir tetapi menjadi elemen utama negara untuk menyelamatkan dan mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara pada kondisi krisis. Oleh karena itu penugasan perlu kejelasan batas waktu dan skala penugasan. Militer profesional menjalankan misi berpegang kepada prinsip netral dan imparsial.
Spektrum Kerjasama
Kemauan politik diperlukan untuk merumuskan konsep strategi terintegrasi operasionalisasi kerjasama sipil dan militer dalam spektrum manajemen krisis, dimana para teknokrat profesional sipil bekerja sama dengan personil militer dalam suatu misi gabungan merespon atasi krisis. Faktor dominan kontrol parlemen dan arahan strategis dalam regulasi diperlukan dalam melegitimasi kerja sama sipil dan militer.
Indonesia
Dalam civil society, masa kini dan mendatang, kerja sama sipil dan militer menempati ruang yang luas. Indonesia sudah membangun peta jalan kerja sama mutualistis dan merevitalisasi peran militer. Tentunya tidak berhenti, bahkan diharapkan optimalisasi dan sistemasi yang dilakukan oleh negara. Kita tidak boleh terkendala oleh faktor psikologis dan traumatis, tetapi lebih bijak memandang perlunya integrasi nasional menghadapi tantangan masa depan.
Tuntutan TNI kini dan mendatang konsisten menjaga kode kehormatan tentara seraya mengembangkan intelektualisasi dan profesi mencapai interoperability pada skala misi militer dan interaksi mutualistis dengan kemampuan sipil.
NATO SCHOOL
OBERAMMERGAU, GERMANY