Modernisasi Alutsista, Saat Ini atau Tidak Akan Pernah

“Proklamator dan Presiden Soekarno disaat pertumbuhan ekonomi sangat rendah, menentukan sikap mempertahankan ideologi negara dan membangun kekuatan militer. Makna inilah yang menjadi motivasi kita membangun kekuatan militer sebagai alat pertahanan negara.”

Setiap kali terjadi musibah alutsista yang menyebabkan gugurnya prajurit TNI, memberikan sengatan kepada Kementerian Pertahanan dan TNI. Apalagi jika itu terkait dengan kondisi alat utama sistem persenjataan yang dinilai tidak sesuai dengan tantangan zaman. Sebab tidaklah mudah untuk menghasilkan prajurit andal yang memerlukan biaya sangat tinggi.

Hanya saja kita harus menerima kenyataan bahwa dalam dua dekade terakhir tidaklah mungkin kita melakukan modernisasi alutsista karena krisis keuangan yang kita hadapi sulit untuk menyisihkan anggaran bagi modernisasi sistem pertahanan negara.

Kini ketika kondisi perekonomian negara mulai membaik, sepantasnya apabila kita memperhatikan kebutuhan alutsista bagi ketiga angkatan. Keputusan politik negara yang disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat memungkinkan kita untuk menaikkan anggaran pertahanan dari semula 0,7 persen dari produk domestik bruto menjadi di atas 1 persen dari PDB.

Sejak 2010 hingga tahun 2014, Kementerian Pertahanan diberikan porsi anggaran sebesar Rp 150 triliun untuk memodernisasi persenjataan bagi TNI. Anggaran tersebut sudah ditetapkan untuk dipergunakan memperkuat matra darat, laut dan udara.

Kita tidak berniat untuk membangun kekuatan angkatan perang yang besar, tetapi  kita harus memiliki minimum essential forces yang punya mobilitas tinggi dan daya pukul yang dahsyat.

Sebagai negara yang berada dalam posisi silang yang strategis, Republik yang berdaulat ini mutlak memiliki kekuatan militer yang setara dan seimbang dengan negara lain sejalan dengan perkembangan teknologi militer yang dikenal dengan Revolution in Military Affair yang tidak dapat dihindari dan sekaligus merupakan tuntutan dan tantangan yang perlu direspon oleh negara dalam memformulasikan postur pertahanan yang didalamnya ada postur TNI.

        “Si vis pacem para bellum”

Memang kadang muncul pertanyaan, apakah perlu kita melakukan modernisasi alutsista? Pertanyaan itu muncul karena menganggap bahwa tidak mungkin lagi akan ada perang.

Tidak ada satu pun negara yang tidak menginginkan perdamaian. Semua negara pasti berupaya mencegah terjadinya perang, karena tahu bahwa perang akan menyengsarakan rakyat.

Namun kita melihat tidak ada negara yang lalu duduk tenang-tenang, tidak memperkuat angkatan perangnya. Banyak negara memperkuat industri pertahanan karena ingin memiliki angkatan perang yang bisa diandalkan.

Tidaklah mungkin ada negara yang menunggu terjadinya perang, baru kemudian mempersiapkan angkatan perang mereka. Sebab, membangun sistem pertahanan negara tidak bisa dilakukan seketika, tetapi harus dilakukan secara sistematis dan bertahap sesuai dengan postur sistem pertahanan yang diinginkan.

Kita mengenal  prinsip “si vis pacem para bellum”, apabila kita menginginkan perdamaian, maka kita harus siap berperang. Hendaknya jangan difahami berlebihan, melainkan suatu langkah strategis yang proporsional untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah kita yang menjadi opsi formulasi pembangunan kekuatan pertahanan.

Salah satu inti Pembukaan UUD 1945 secara jelas memberi tugas kepada pemerintah untuk menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan bangsa melalui alat pertahanan negaranya. Perintah itu diterjemahkan dengan membangun kekuatan militer yang memiliki mobilitas tinggi dalam melakukan daya tangkal dan daya pukul.

Industri pertahanan

Kita pantas bersyukur bahwa sepanjang reformasi kita telah mampu merevitalisasi industri pertahanan. Saat ini industri pertahanan dalam negeri telah bangkit kembali dengan kemampuan produksi kendaraan tempur dan pesawat angkut sedang maupun kapal patroli.

Hal ini tentunya membesarkan hati kita sebagai  bangsa. Bahwa kita tidak lagi hanya tergantung kepada negara lain, tetapi bangsa kita sendiri mampu untuk memenuhi kebutuhan persenjataan bagi angkatan perangnya, bahkan senjata serbu buatan Pindad telah berulang kali menjuarai pertandingan menembak militer Asia Pasifik.

Kementerian Pertahanan memfokuskan pengadaan alutsista dengan mengandalkan industri pertahanan yang ada di dalam negeri. Pengadaan alutsista bagi TNI dilakukan secara saksama dengan memperhatikan tugas yang diembankan kepada TNI baik dalam melaksanakan tugas OMP (Operasi Militer Perang) dan OMSP (Operasi Militer Selain Perang).

Kita sedang bekerja keras untuk memodernisasi peralatan untuk memiliki TNI yang bisa dibanggakan. Bukan hanya TNI yang memiliki prajurit yang profesional, tetapi alutsista yang bisa diandalkan. Postur pertahanan mengarahkan perlunya pembangunan kekuatan TNI untuk memenuhi kebutuhan pembangunan Satuan Tempur dan Satuan Bantuan Tempur dengan pengadaan kendaraan tempur dengan sistem senjatanya. TNI melakukan olah teknis dan taktis sesuai dengan doktrin operasinya dengan memperhatikan perkembangan dibidang militer secara universal.Faktor utama dalam mengelola modernisasi peralatan militer dengan melaksanakan proses yang transparan dan akuntabilitas yang dipahami dalam bahasa terang bahwa modernisasi TNI “tidak asal-asalan”, tapi mekanisme dan prosedur serta sistemnya bisa dipertanggungjawabkan oleh Kemhan dan TNI serta produsen.

Naskah dipublikasikan dalam Majalah Akademi Militer “LEMBAH TIDAR”, Edisi Tahun 2012

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.