PENDAHULUAN
Upaya untuk mewujudkan cita-cita nasional dituangkan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni:
“… Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, …”
Dari alinea keempat tersebut dapat diartikan (1) diperlukan suatu situasi dan kondisi yang dapat menjamin terselenggaranya seluruh proses untuk mewujudkan tujuan nasional, cita-cita nasional dan kepentingan nasional melalui pembangunan nasional; (2) membebaskan seluruh warga bangsa ini dari kemiskinan dan kebodohan tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa dipayungi oleh jaminan situasi dan kondisi aman yang terjaga dengan baik secara konsepsional; dan (3) NKRI hidup di tengah warga dunia (internasional) yang harus ikut secara aktif mendorong terwujudnya suatu dunia yang damai, serasi, selaras, dan seimbang dalam pergaulan internasional.
Merangkum jabaran tujuan nasional itu pada dasarnya pembentukan pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk mengelola Keamanan Nasional dan Kesejahteraan Nasional serta turut mewujudkan dunia internasional yang damai dan abadi. Kondisi keamanan nasional menjadi faktor strategis jika diingat dinamika pencapaian kesejahteraan dan kondisi lingkungan strategis sangat tinggi.
Tantangan keamanan nasional saat ini dihadapkan dengan munculnya paradigma baru berupa demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan pasar bebas yang telah dikedepankan sebagai norma dan ukuran dalam pergaulan internasional perlu dilakukan pengelolaan secara cermat dan terukur agar pembangunan dapat terus berlangsung dan negara jaya, berdaulat dan terhormat. Belum lagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memicu perubahan pola hidup yang lebih rasional, spesialistik dan individualistik sehingga keadaan ini sangat berpengaruh di dalam proses pembangunan nasional, yang pada gilirannya juga berpengaruh terhadap stabilitas kemanan nasional.
Menghadapi tantangan terhadap stabilitas keamanan nasional demikian itu, segenap sektor tanpa kecuali memang sudah memiliki perangkat kebijakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Namun demikian terhadap kondisi upaya pembangunan nasional yang dihadapkan dengan semakin langkanya sumber daya dan tantangan mendiasporanya energi kolektif bangsa, kelancaran dan kesuksesannya sangat bergantung pada kondisi aman secara nasional yang kondusif. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menjaga stabilitas keamanan nasional yang dirumuskan dan dijabarkan kedalam suatu sistem keamanan nasional bersinergi, terpadu, terarah dan konsepsional, dengan landasan historis dan yuridis yang kuat sehingga tidak kehilangan daya operasionalnya.
LANDASAN HISTORIS
Salah satu amanat pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia mengamanatkan Pemerintah menyusun suatu aturan perundangan untuk mewujudkan amanat pembukaan tersebut yang diawali oleh UU No. 6/1946 Tentang Keadaan Bahaya dan berkembang menjadi UU No. 74/1957 Tentang Pencabutan ”Regelling of de Staat-Van Oorlog Van Beleg” terus menjadi Perpu No. 23/1959 Tentang Keadaan Bahaya dengan turunan PP No 16 tahun 1960 yang esensinya memberi otoritas Kepala Daerah untuk meminta bantuan militer manakala diperlukan. Timbul pertanyaan pada masa itu mengapa undang-undang ini terus berkembang? Jawaban faktualnya pada masa itu pemerintah lebih fokus kepada upaya membangun keamanan dengan kondisi gangguan yang masih kompleks yaitu gangguan fisik terhadap keamanan dan kedaulatan negara semata. Sehingga bisa dipahami saat itu dominasi peran Pemerintah sangat besar mengatasi keamanan dan menjadikan aturan perundangan yang dibuat menjadi otoriter di iklim otoritarian.
Namun kondisi saat ini yang sangat heterogen dan multi efek apalagi dalam era demokrasi, tentunya perlu penyesuaian yang mendasar dengan maksud, ada aturan yang perlu untuk merespon fenomena yang heterogen berskala nasional tetapi sesuai dengan era demokrasi. Mengawali respon demokratis itu, penyikapan negara terhadap peristiwa 1998 menunjukkan gambaran bagaimana transformasi nilai, yang meskipun patut disayangkaan terjadinya korban, tetapi dihadapkan dengan skenario Balkanisasi, NKRI masih dapat menjaga eksistensinya.
Penyikapan terhadap peristiwa 1998 yang relatif lebih demokratis itu menjadi tonggak historis, yang diikuti lahirnya berbagai aturan perundangan yang mengatur secara teknis penyelesaian berbagai permasalahan yang timbul baik yang disebabkan oleh gangguan keamanan fisik dan juga penyebab dari bencana alam, narkoba, penyakit dan lainnya yang dapat berpengaruh secara nasional. Bahkan kita perlu antisipasi fenomena berbagai gangguan itu bisa saja datang simultan pada waktu yang sama menggoyahkan keamanan nasional..
LANDASAN TEORITIS
Anak Agung Banyu Perwita, yang menyitir kalimat mantan Presiden AS, Harry S. Truman, menjelaskan bahwa national security does not consists only of an army, a navy, and an air force … it depends on a sound economy … on civil liberties and human freedom. Disini keamanan nasional tidak hanya mencakup kekuatan militer, tetapi juga berbagai aspek kehidupan nasional lainnya, seperti kehidupan ekonomi yang lebih merata dan adil, kebebasan individu, dan pengakuan atas hak asasi manusia dari negara dan bangsa.
Bahkan, pandangan senada tertuang dalam tulisan Barry Buzan yang mengatakan bahwa keamanan dipengaruhi lima bidang utama, yaitu militer, politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keamanan suatu bangsa dapat dikatakan terjamin apabila militer, ekonomi, dan teknologi telah terbangun, kondisi politik yang stabil dan kehidupan sosial budaya yang kohesif atau terpadu.
“Security is affected by factors in five major sectors: military, political, economic, societal, and environment. A nation can be said to have assured its own security when it is militarily, economically and technologically developed, politically stable and socio-culturally cohesive”.
Konsepsi keamanan nasional komprehensif juga meletakkan warga negara atau masyarakat sebagai posisi sentralnya. Di dalam naskah United Nation Development Program (UNDP) yang telah mengangkat topik peranserta masyarakat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan perlunya mengubah konsep keamanan (concept of security), dari konsep keamanan nasional yang dipandang secara eksklusif, diubah menjadi konsep yang lebih ditekankan kepada keamanan masyarakat atau rakyat (people security). Keamanan tidak hanya menyangkut alat-alat perang atau militer semata, namun keamanan juga menyangkut pengembangan manusia (human development). Keamanan tidak hanya menyangkut keamanan terhadap wilayah teritorial negara (wilayah kedaulatan) saja, tetapi juga meliputi masalah keamanan sosial ekonomi (seperti pangan dan ketenagakerjaan) serta lingkungan,
“The concept of security must change – from an exclusive stress on national security to a much greater stress on people security, from security through armament to security through human development, from territorial to food, employment and environmental security”.
Demikian pula, konsepsi keamanan nasional komprehensif juga harus mengakomodasi terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara. Gagasan ini misalnya dikemukakan oleh Patrick Garrity. Ia menekankan bahwa keamanan tidak semata-mata berupa perlindungan terhadap bahaya dan kejahatan, tetapi juga kepada hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidup seperti akses untuk memperoleh air bersih, makanan, tempat tinggal, pekerjaan, dan segala kebutuhan dasar setiap manusia. Pada intinya keamanan menampung keinginan masyarakat untuk dapat hidup dengan selamat dan berkualitas. Inilah konsepsi keamanan nasional komprehensif yang ditonjolkan oleh Patrick Garrity. Selanjutnya ia menyatakan:
…applies most at the level of the citizen. It amounts to human well being; not only protection form harm and injury but from access to water, food, shelter, health, employment, and other basic requisites that are the due to every person on earth. It is collective of the citizen needs – overall safety and quality life – that should figure prominently in the nation’s view of security.
Dari pelbagai literatur yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa ancaman militer hanya merupakan sebagian dari dimensi ancaman. Senada dengan hal tersebut, Kusnanto Anggoro mengatakan keamanan nasional yang kontemporer memberikan definisi keamanan secara fleksibel dan longgar, dengan memasukkan unsur dan perspektif yang tidak terdapat dalam diskursus tradisional. Keamanan tidak hanya berkaitan dengan nexus military-external, tetapi juga menyangkut dimensi-dimensi lain. Keamanan tidak hanya terbatas pada dimensi militer, seperti yang sering diasumsikan dalam diskusi tentang konsep keamanan, tetapi merujuk pada seluruh dimensi yang menentukan eksistensi negara,.
Dengan merujuk kepada pendapat Klaus Norr dan K.J. Holsti, Indria Samego mengatakan bahwa perkembangan elemen kekuatan modern terdiri dari informasi (informational), kemampuan diplomasi (diplomatic), daya tahan ekonomi (economic), dan kekuatan militer (military), sehingga keamanan nasional tidak semata-mata diarahkan pada pemahaman lama yang bersifat fisikal, melainkan lebih luas dari itu, yaitu keamanan manusia (human security). Dalam perspektif ini kesejahteraan warga negara merupakan sesuatu yang dipandang penting. Mereka dapat menghadapi ancaman dari pelbagai sumber, bahkan termasuk dari aparatur represif negara, epidemi penyakit, kejahatan yang meluas, sampai dengan bencana alam maupun kecelakaan.
Hasnan Habib mengatakan keamanan nasional merupakan perpaduan atau gabungan antara keamanan teritorial (pertahanan) dan keamanan manusia. Dengan penggabungan tersebut, maka keamanan nasional merupakan keamanan yang bersifat komprehensif. Adapun penjabarannya terdiri dari:
- Keamanan Teritorial.
- Ancaman terhadap Keamanan Negara atau Keamanan Teritoriàl (kedaulatan, integritas wilayah nasional dan Iuar/ external threat).
- Dimensi MiIiter.
- Sarana utama penanggulangan dari Kekuatan Militer (senjata) dikerahkan di medan perang (front militer).
- Keamanan Manusia.
- Ancaman langsung terhadap manusia (individu, masyarakat, bangsa), meliputi : kelaparan, kemiskinan, kebodohan, penyakit menular (AIDS), pengangguran, power abuse, degradasi lingkungan, kejahatan (terutama organized crime), konflik SARA, terorisme, kekerasan politik, perilaku hukum rimba, dan diskriminasi.
- Dimensi non-militer; meliputi: sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan hidup, kemanusiaan.
- Sarana penanggulangan: diarahkan kepada kekuatan sosial, budaya, politik, HAM dan lingkungan hidup.
Selanjutnya Hasnan Habib menyebutkan keamanan nasional yang bersifat komprehensif memberi implikasi bahwa keamanan tidak lagi bisa ditangani secara sendiri-sendiri, karena sudah menjadi keamanan bersama (common security). Lantas perlu dilakukannya pembinaan kerjasama keamanan (cooperative security) antara semua komponen keamanan nasional baik militer maupun non-militer. Adapun Ingo Wandlet mengatakan bahwa keamanan komprehensif tidak lagi terjamin oleh aktor-aktor professional seperti militer, polisi, dan intelejen. Perluasan skala ancaman mengakibatkan kebutuhan memperbesar jumlah aktor penjamin keamanan secara institusional.
Mengenai perkembangan keamanan komprehensif, Rizal Sukma memaparkan bahwa konsepsi mengenai “keamanan” tidak lagi didominasi oleh pengertian yang bersifat militer, yakni yang menekankan aspek konflik antar negara, khususnya yang berkaitan dengan aspek ancaman terhadap integritas wilayah nasional, namun dengan berakhirnya Perang Dingin, telah memperkuat pemahaman konsep keamanan dari sudut pandang menyeluruh, yakni melalui konsep keamanan komprehensif (comprehensive security).
Dengan ruang lingkup keamanan yang tidak lagi terbatas pada dimensi militer, muncul istilah human security, keamanan lingkungan (environmental security), keamanan pangan (food security), keamanan energi (energy security), dan keamanan ekonomi (economic security). Bahkan ”aman” juga dapat diartikan sebagai :
- Security: aman dari gangguan atau ancaman yang dapat membahayakan.
- Safety: selamat dari kecelakaan, bencana atau marabahaya yang dapat mengancam keselamatan kehidupan individu, masyarakat termasuk harta benda.
- Surety: jaminan adanya kepastian/keyakinan suatu kegiatan dapat berlangsung lancar, aman dan tertib, termasuk jaminan adanya kepastian hukum (certency)
- Peace: suasana damai dan tenteram jiwa.
Sumber ancaman (source of threat) terhadap apa yang selama ini dikenal sebagai “keamanan nasional” menjadi semakin luas, bukan hanya berasal dari dalam (internal threat) dan/atau luar (external threat), tetapi sudah bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai ancaman dari luar atau dalam negeri. Sejalan dengan itu watak ancaman (nature of threat) juga bergeser menjadi multidimensional, tidak lagi mengarah kepada kekuatan militer semata, tetapi sudah masuk baik ke gatra budaya, ekonomi, politik maupun pertahanan dan keamanan.
Dari uraian tersebut di atas, apa yang selama ini dikenal sebagai “keamanan dalam negeri” atau internal security sudah dapat menjangkau ke jenis ancaman yang lebih luas, mulai dari kemiskinan, epidemi, bencana alam, kerusuhan sosial, pertikaian antar golongan, kejahatan, pemberontakan bersenjata sampai dengan gerakan separatis bersenjata. Gangguan-gangguan yang timbul karena kesenjangan sosial, pertikaian antar golongan maupun gerakan separatis/pemberontakan bersenjata merupakan ancaman yang secara langsung dapat mengganggu stabilitas keamanan dalam negeri.
Sementara itu dari pelbagai sumber di negara maju, berkembang wacana untuk mengembangkan fungsi Keamanan Nasional (national security) meliputi fungsi Pertahanan (defence), Keamanan Negara (home land security), Keamanan Ketertiban Masyarakat (public security), Keselamatan Masyarakat (public safety) dan Keamanan Insani (human security). Mengacu kepada pembahasan di atas maka sistem keamanan nasional mutlak memasukkan fungsi-fungsi tersebut sebagai konsep operasionalisasi teknis pelaksanaannya.
LANDASAN YURIDIS
Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara untuk menjamin rasa aman dan keamanan bagi warga negara. Dengan demikian tujuan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi NKRI dengan segala isinya yang menyiratkan bahwa keamanan dan rasa aman adalah kebutuhan utama bangsa dan negara sejajar dengan kebutuhan kesejahteraan dan kecerdasan kehidupan bangsa. Esensi dari pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tersebut telah jelas dan tegas sehingga merupakan referensi yang sangat cukup untuk memformulasikan suatu sistem keamanan nasional tanpa perlu mengadopsi konsepsi dari negara lain.
Dari aspek keamanan nasional, alinea keempat pembukaan UUD 1945 yang merupakan salah satu ruh dari UUD RI tahun 1945 itu dijabarkan secara konstitusional pada Bab X tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara dan penduduk (Pasal 26, 27) dan Bab XII tentang pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30). Secara lebih eksplisit Pasal 30 Ayat (1) dan (2) berisikan “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”, dan “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”, yang merupakan refleksi atas prinsip bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta membela negara dengan berpartisipasi aktif dalam upaya penyelengaraan pertahanan dan kemanan yaitu mempertahankan dan meningkatkan stabilitas keamanan nasional guna mewujudkan tujuan nasional.
Secara yuridis untuk menyelenggarakan upaya pembelaan negara dan melaksanakan usaha pertahanan negara pada sektornya terurai dalam kebiijakan pembangunan berlandaskan peraturan perundang-undangan masing-masing. Terdapat 13 peraturan perundang-undangan yang menjadi pengaturan sektoral terkait dengan keamanan, namun dalam kerangka keamanan nasional yang terintegrasi belum ada. Ketigabelas peraturan perundang-undangan itu adalah:
- Perpu 23/1959 (PP 16/1960)
- UU No. 39/1999 tentang HAM
- UU No. 2/2002 tentang Kepolisian
- UU No. 3/2002 tentang Hanneg
- UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
- UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
- UU No. 34/2004 tentang TNI
- UU No. 24/2007 tentang Bencana Alam
- UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
- UU No. 35/2009 tentang Narkotika
- UU No. 36/2009 tentang Kesehatan
- UU No. 17/2011 tentang Intelijen.
- UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Dalam upaya mencapai tujuan nasional merupakan keharusan dan kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan berbagai usaha yang dituangkan dalam kegiatan pembangunan nasional agar terjadi perubahan ke arah kemajuan yang lebih baik, serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat dan bangsa. Pembangunan nasional menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh seluruh komponen bangsa dalam mencapai tujuan bernegara. Oleh karena itu, Negara memberi kesempatan seluas-luasnya kepada semua pihak untuk berperan serta dalam proses pembangunan nasional, baik dalam pelaksanaan fungsi yang menjamin terwujudnya kondisi kesejahteraan masyarakat secara nasional maupun pelaksanaan fungsi yang menjamin terwujudnya kondisi keamanan nasional yang stabil dan kondusif. Rancangan undang–undang tentang Keamanan Nasional yang pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam penyelenggaraannya.
URGENSI RUU KEAMANAN NASIONAL
Pengaturan sistem keamanan nasional sistem pada dasarnya memberikan arahan strategis kepada institusi yang punya kompetensi proporsional agar tercapai sinergi implementasi regulasi mengatasi kompleksitas permasalahan nasional. Selain itu negara perlu merevisi kategori tingkat kedaruratan yang sesuai dengan iklim demokrasi agar otoritas akan lebih jelas status dan prosesnya. Ada yang perlu diketahui publik bahwa Undang-Undang lama yang saat ini masih berlaku sama sekali tidak menyinggung peran civil society dalam proses penyelesaian masalah nasional sebaliknya masyarakat hanya sebagai objek bukan subjek yang ikut serta menyelesaikan permasalahan. Undang-undang Kamnas mengakomodasi peran civil society dalam Dewan Keamanan Nasional yang bukan lembaga operasional seperti Kopkamtib dan Bakorstanas tetapi semata-mata perangkat negara yang terintegrasi untuk mengadakan simulasi dan formulasi solusi masalah keamanan nasional yang sedang terjadi dari berbagai aspek. Disinilah peran masyarakat dilibatkan sebagai representasi dalam Dewan Keamanan Nasional (DKN) sebagai anggota tidak tetap bersama para pejabat negara yang ditunjuk sebagai anggota tetap dipimpin oleh Presiden. Selanjutnya implementasi solusi diselenggarakan oleh institusi yang punya kompetensi dan otoritas yang legitimate.
Singkatnya Undang-Undang Kamnas adalah Undang-Undang yang memberikan arahan strategis kepada pemangku kepentingan dalam penyelesaian permasalahan nasional dengan melibatkan peran masyarakat dalam proses simulasi dan formulasi penyelesaian masalah dalam Dewan Keamanan Nasional (DKN) Dengan kata lain UU Kamnas adalah wujud dari Collective respond to Protect the Country yang sarat sensitif kepada disintegrasi-gangguan lingkungan dan kedaulatan negara
Indonesia dengan posisi geografis strategisnya sangat rawan menerima berbagai distorsi globalisasi yang dapat bermuara kepada stabilitas nasional terhadap keutuhan teritorial dan kedaulatan negara, selain itu fenomena domestik yang sangat variabel dalam berbagai aksi dan kekerasan komunal yang berskala besar sampai berbagai kejahatan yang mengancam public security dan public order serta separatis dan terorisme di dalam negeri, belum lagi dampak fenomena lingkungan. Adalah wajar saat ancaman yang variabel tersebut kita prediksi dapat muncul pada saat yang bersamaan dan memerlukan respon cepat yang terintegrasi dari komponen bangsa ini sebagai wujud dari Sishankamrata. Maka tuntutan perlunya UU Kamnas menjadi mengemuka.
Siapapun rejim pemerintahan yang dipilih oleh rakyat yang berdaulat pasti dituntut untuk menjalankan aturan perundangan yang sesuai dengan era demokrasi, karena kedaulatan rakyat dalam era demokrasi tidak cocok disandingkan dengan aturan perundangan yang berlaku pada era otoritarian seperti yang masih berlaku sampai saat ini. Seharusnya Undang Undang Keamanan Nasional justru sejak awal diwujudkan mengingat dinamika kehidupan nasional kita telah mengalami perubahan iklim politik baru di era demokrasi yang dikenal dengan reformasi. Kita memiliki sejumlah Undang Undang yang mengatur hal yang berkaitan dengan rasa aman dan keamanan tetapi ada hal pokok yang dirasakan penting dan perlu serta layak didukung oleh segenap komponen bangsa yaitu kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan rasa aman serta amanat kepada negara untuk mampu menyelenggarakan jaminan atas hak-hak warga negara termasuk peran serta bela negara. Hal pokok itulah diformulasikan dalam suatu rancangan Undang Undang Keamanan Nasional sebagai suatu Undang Undang sistem yang mengintegrasikan dan mensinergikan penyelenggaraan keamanan nasional secara komprehensif.
CIRI-CIRI RUU KEAMANAN NASIONAL
RUU Kamnas merupakan Undang Undang sistem yang mengintegrasikan peran, tugas dan fungsi penyelenggaraan keamanan nasional secara komprehensif dengan peran integrasi semua komunitas nasional untuk merespon spektrum permasalahan luas pada skala Nasional agar dapat menjamin perlindungan kepada negara dan isinya.
Ada peran utama masyarakat sebagai subyek dalam penyelenggaraan keamanan nasional dengan kata lain Undang Undang Kamnas sebagai wujud dari Collective Respond to Protect the Country yang sarat sensitif terhadap disintegrasi, gangguan kedaulatan dan dampak lingkungan.
Membangun keamanan nasional untuk memperkuat kultur kelembagaan dalam proses demokratisasi dengan mengedepankan kepentingan nasional. Undang Undang Keadaan Bahaya yang masih berlaku saat ini sama sekali tidak menyinggung peran masyarakat dalam penyelesaian masalah nasional sebaliknya Undang Undang Kamnas menempatkan masyarakat sebagai subyek yang ikut serta dalam penyelesaian permasalahan nasional.
Pembentukan Dewan Keamanan Nasional yang berperan melaksanakan simulasi dan memformulasikan solusi kepada Presiden yang melibatkan penyelenggara negara dan simpul masyarakat dalam suatu wadah yang bukan lembaga operasional berbeda dengan masa lalu seperti lembaga operasional Kopkamtib dan Bakortanas.
Undang Undang Kemanan Nasional tidak mengeliminasi keberadaan Undang Undang yang berlaku bahkan mensinergikan satu sama lainnya tanpa sedikitpun mengurangi substansi kewenangan dan menghilangkan kebebasan berdemokrasi.
PERSEPSI DAN POSISI
a. Interaksi dan interpretasi
Sebenarnya kosakata keamanan nasional ada legitimasinya dalam Undang-Undang No 17 tahun 2007 yang merupakan arah pembangunan nasional jangka panjang perlunya keamanan nasional mewujudkan rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta menjaga keutuhan wilayah NKRI dan kedaulatan negara. Dalam Undang Undang Dasar 1945 kosakata yang dipergunakan adalah sistem usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Hal ini dirasakan kosakata tersebut mempunyai makna yang sama.
Tidak dapat disangkal realitas dalam era kebebasan yang memerlukan konsolidasi kematangan sangat sering timbul misinformasi malahan disinformasi terhadap sesuatu yang kita ingin bangun sebagai pilar dan rambu serta navigasi dalam bentuk sistem keamanan nasional. Dengan demikian tidak perlu tersirat kesan paranoid sektoral dan multitafsir berlebihan yang pada akhirnya kita kehilangan momentum untuk memiliki suatu UU sistem yang perlu kita miliki untuk menjaga kepentingan nasional dalam era demokrasi. Amat sangat mungkin terjadi redaksional RUU Kamnas yang mengundang kekhawatiran berbagai pihak tentu ini bukan sakral dan pintu koreksi dalam proses legislasi sangat terbuka tetapi bahwa kita bertujuan memiliki UU yang sistemik ini layak kita pahami bersama urgensinya, serta kita semua memahami era demokrasi tetap memerlukan ketaatan terhadap azas dan penegakan hukum serta HAM.
Lebih jauh lahirnya RUU Keamanan Nasional telah melahirkan berbagai kekhawatiran.
- Berdasarkan pobhia sejarah yang berlebihan timbu kekhawatiran kembalinya TNI ke wilayah politik.
- Sementara dengan keyakinan akan kemampuan Polri sekarang ini, dikhawatirkan mereduksi kewenangan Polri
- Merangkum kekhawatiran itu timbul anggapan akan merusak kebebasan dan demokrasi
b. Hasil Survey
Dalam era demokratisasi pula segenap argumentasi dan kebijakan yang dikeluarkan harus berdasarkan fakta dan kondisi riil persepsi masyarakat. Oleh sebab itulah dalam rangka penyusunan RUU Keamanan Nasional pada tahun 2009 telah dilakukan survei persepsi terhadap keamanan nasional. Beberapahasil survei dapat dikemukakan sebagai berikut:
- Mayoritas responden setuju bahwa keamanan nasional melingkupi pertahanan, negara, keamanan negara, keamanan publik dan keamanan individu (95,6%) dan merupakan tanggung jawab bersama, pemerintah, aparat keamanan dan warga negara (96,8%).
- Evaluasi responden akan TNI:
- Sekitar 65 % yang positif menyatakan bahwa sikap anggota TNI dalam masyarakat cukup baik dan begitu pula halnya dengan kesejahteraan anggota TNI.
- Untuk kompetensi TNI kira-kira 70% memberi evaluasi positif bahwa anggota TNI profesional, sigap dalam bidang pertahanan dan reformasi yang berlangsung dalam tubuh TNI berjalan baik.
- Responden cukup menyadari mengenai kondisi alutsista TNI, karena kira-kira 64% responden menganggap bahwa kualitas dan jumlah pesawat tempur, kapal perang dan persenjataan TNI buruk adanya.
- Evaluasi responden akan POLRI:
- Sekitar 76% responden menganggap kesejahteraan anggota POLRI sudah baik,
- Untuk kompetensi anggota POLRI dalam mengatasi kriminalitas 62% yang menjawab baik
- Sedangkan mengenai sikap anggota POLRI dalam masyarakat, 53% responden berpendapat buruk.
- Berkenaan dengan point di atas, sekitar 68% setuju bahwa perlu dibentuk sebuah lembaga yang mengatur dan mengkoordinasikan penyelenggaraan keamanan nasional, sekitar 27,4% yang menyatakan tidak perlu. Lebih lanjut, sekitar 72,5% dari responden yang menyetujui terbentuknya lembaga tersebut berpendapat bahwa apabila lembaga tersebut harus dibentuk sebaiknya ditempatkan langsung di bawah presiden.
- Agar sistem keamanan nasional memiliki kekuatan hukum, maka 81% responden memandang perlu adanya sebuah undang-undang yang mengatur keamanan nasional.
c. Solusi
Terhadap berbagai kekhawatiran dan usulan yang berkembang kiranya perlu soliditas persepsi dari jajaran pemerintahan baik di kementerian/lembaga pemerintah non kementerian beserta simpul kekuatan nasional lain, dengan berpegang pada:
- Kenyal dalam penyempurnaan
- Tujuan urgensi bangsa miliki undang-undang sistem tercapai
- Realita era demokrasi, yang tetap taat azas, hukum dan menjunjung tinggi HAM.
d. Posisi
Saat ini RUU Kamnas sedang dalam proses legislasi yang diolah oleh Pansus RUU Kamnas, sesuai jadwal proses legislasi RUU Kamnas menjadi salah satu target penyelesaian Prolegnas pada tahun 2013. Pemerintah merespon positif berbagai usulan dan koreksi untuk penyempurnaan RUU Kamnas ini.
Ada tiga hal yang jadi pedoman respon bagi pemerintah, pertama azas kekenyalan yang memberi ruang kepada publik untuk memberikan perbaikan dan koreksi dalam masa proses legislasi, kedua azas tujuan perlu jadi pegangan untuk kita tidak lepas dari kebutuhan untuk memiliki suatu sistem Keamanan Nasioanal dan ketiga asas realita sebagai negara demokrasi tentunya perlu taat kepada supermasi sipil dan menjunjung tinggi penegakan hukum.
KESIMPULAN
Dengan memperhatikan urgensi RUU Kamnas sebagai penjabaran dari Undang Undang Dasar 1945 yang sewajarnya didukung oleh komponen bangsa dan dengan segala keterbatasan formulasi RUU Keamanan Nasional, Pemerintah mengedepankan sikap keterbukaan dan sikap kenegarawanan dalam mengantarkan kesempurnaan proses legislasi RUU Kamnas ini, tanpa perlu menimbulkan apriori dan kekhawatiran bahkan menakutkan sebagian kalangan masyarakat.