Pendahuluan
Globalisasi dengan segala implikasinya telah membawa dampak sangat luar biasa terhadap dinamika politik dan keamanan internasional saat ini. Salah satu dimensi menonjol dari globalisasi, yaitu fenomena kemajuan teknologi dan informasi yang bersifat mondial, saat ini terbukti memiliki dampak positif maupun negatif terhadap perkembangan dunia dan interaksi antarnegara. Banyak dampak positif dari kemajuan di bidang teknologi, seperti dalam hal teknologi komunikasi dan informasi yang mendorong meningkatnya knowledge dan awareness setiap penduduk di dunia. Globalisasi, secara umum menggambarkan proses perubahan pada masyarakat dan ekonomi dunia akibat meningkatnya arus perdagangan dan perubahan kultural secara dramatis yang didorong oleh kemajuan teknologi, yang membuat dunia seolah-olah menjadi mengecil sehingga menyebabkan manusia dapat berinteraksi lebih cepat, lebih murah, dan lebih mendalam dibandingkan sebelumnya (Friedman, 2002). Namun demikian, kemajuan teknologi juga telah menyebabkan permasalahan dan ancaman yang dihadapi suatu negara semakin kompleks.
Dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, globalisasi dan kemajuan teknologi telah mendorong berkembangnya konsep keamanan yang lebih kompleks dan multidimensional, yang tidak hanya mencakup dimensi militer semata, melainkan juga dimensi yang bersifat non-militer. Karakteristik ancaman juga mengalami perluasan dengan munculnya ancaman non-tradisional yang bersumber dari segala aspek kehidupan mulai dari ideologi, sosial budaya, politik, ekonomi, lingkungan hidup dan lainnya, disamping tetap hadirnya ancaman tradisional. Karakter perang yang berkembang saat ini juga mengalami perubahan, sebagaimana dapat dilihat dari mengemukanya konsep Revolution in Military Affairs (RMA), peperangan generasi keempat (fourth generation warfare), dari perang asimetris (asymmetric warfare), yang menjadi bagian integral dalam transformasi pertahanan di banyak negara, dan mempengaruhi berbagai dimensi dalam kehidupan militer, mulai dari kelembagaan/organisasi, teknologi, doktrin dan penggunaan kekuatan.Negara Republik Indonesia dengan luas wilayah 1.922.570 Km2 , memiliki 17.504 pulau,dihuni oleh lebih dari 300 macam etnik yang memiliki perbedaan agama dan adat istiadat, maka sangat riskan sekali dengan munculnya bahaya perang generasi keempat (4th generation warfare). Ditambah pula dengan keadaan politik dalam negeri Indonesia yang semakin menimbulkan gejala perpecahan antar anak bangsa juga kegiatan terorisme dan separatisme yang masih eksis mewarnai situasi keamanan Negara. Disisi lain keterbelakangan, kemiskinan, pengangguran dan ketidakadilan menimbulkan kekecewaan sebagian masyarakat akan sangat berpotensi menjadi pendorong meletusnya konflik asimetrik. Hal ini harus segera diwaspadai dan dideteksi secara dini agar bahaya-bahaya yang timbul dapat segera dinetralisir.
Globalisasi
Berbagai pakar sosial dan politik yang berasal atau menganut paradigma berbeda-beda relatif memiliki posisi yang hampir serupa bahwa globalisasi merekonstruksi dunia dengan tren penguatan dominasi sistem kapitalis ekonomi global, berbagai MNCs dan organisasi lain menekan status/kedudukan nation-state, serta terkikisnya nilai, tradisi dan budaya lokal oleh suatu budaya global. Tren tersebut menyebabkan terjadinya perpindahan lalu lintas orang, barang, modal, dan gagasan melampaui batas-batas tradisional dari konsep negara, karena adanya faktor kemajuan teknologi informasi, yang secara perlahan namun pasti menyebar dan menjadi bersifat mondial, atau diterima, dirasakan, dinikmati oleh orang-orang di berbagai belahan dunia manapun.
Globalisasi tidak dapat dipungkiri telah mempengaruhi dinamika masyarakat dunia, mulai dari tingkatan individu hingga kelompok masyarakat yang lebih terstruktur, yaitu negara. Timbul perbedaan dikalangan masyarakat tentang pandangan dan responnya terhadap dampak globalisasi. Sebagian kalangan merespon globalisasi secara cerdas, kreatif dan kritis, namun sebagian kalangan lainnya merespon secara eksklusif atau bahkan menolak secara total. Dari respon ini, dapat dipetakan bahwa pandangan yang berkembang diantara kedua kelompok tersebut adalah yang satu memandang globalisasi sebagai tantangan, dan yang lainnya memandang globalisasi sebagai ancaman. Disatu sisi, globalisasi membawa kemudahan-kemudahan ekonomi yang kemudian membawa kemakmuran bagi banyak masyarakat dunia. Di sisi lain, globalisasi membawa dampak pada meluasnya kesenjangan ekonomi. Bagi kelompok yang memandang negatif atau kontra, globalisasi dipandang telah membentuk sistem “survival of the fittest” yang kemudian melahirkan kelompok Sang Pemenang (The Winner) dan kelompok Sang Pecundang (The Looser) baik ditingkat negara, etnis, kelompok dan individu. Gempuran berlanjut dari Sang Pemenang kepada Sang Pecundang melahirkan Kelompok Sangat Marah (The Angry Entity) yang dapat mengalami polarisasi dan radikalisasi menjadi kejahatan transnasional, separatisme bahkan terorisme.
Bagi suatu negara, tantangan globalisasi sangat beragam dan luas cakupan dimensinya, sehingga persinggungan nilai dan kepentingan yang terjadi juga sangat kompleks. Dalam kondisi ini, salah satu tantangan globalisasi yang dirasakan adalah menguatnya persepsi masyarakat tentang konsep kedaulatan popular ditengah-tengah kedaulatan negara yang dihadapkan pada kemajuan informasi dan teknologi, termasuk menguatnya liberalisasi politik dan ekonomi serta munculnya paradigma globalisme dan regionalisme dalam hubungan antarbangsa yang tidak lagi mengenal tapal batas negara atau yang lazim disebut dengan the borderless world.
Perang Asimetris
Perang Asimetris pada dasarnya merupakan model peperangan antara dua pihak yang tidak seimbang kekuatan militer dan ekonominya, dengan pola yang tidak beraturan bersifat nonkonvensional. Berbeda dengan perang konvensional yang bersifat simetris, dalam perang asimetris negara berhadapan dengan aktor negara dan juga aktor-non-negara. Kedua aktor tersebut, berupaya mengembangkan taktik dan strategi untuk mengeksploitasi kelemahan lawannya untuk mencapai kemenangan, yang dikembangkan dari cara-cara berfikir yang tidak konvensional, dan tentunya berada diluar aturan-aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas, terbuka dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam perang yang bersifat asimetris terdapat sejumlah dimensi krusial dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional. Bersifat krusial karena sangat mempengaruhi bentuk, tipe, dan pola serangan lawan atau musuh potensial. Dimensi-dimensi tersebut adalah menyangkut metode, teknologi, moral, organisasi, dan waktu. Kelima dimensi ini secara nyata memperlihatkan wujud dan sumber ancaman asimetris yang .
Perang asimetris dapat dipicu oleh aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, ideologi dan lainnya, seperti degradasi lingkungan (environmental degradation), pencurian kayu (illegal logging), pencurian ikan (illegal fishing), penyelundupan manusia (people smuggling, migrant smuggling), perdagangan manusia (illegal trafficking in persons), kelangkaan sumber daya alam (environmental scarcity), ledakan jumlah penduduk, perubahan demografik (demographic change), besarnya beban hutang luar negeri yang tidak terkendali, kemiskinan, kelangkaan bahan pangan (food scarcity), kelaparan, perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang, hak asasi manusia dan lain-lain. Terjadinya perang asimetris akan dapat menciptakan ancaman serius yang tidak dapat diabaikan terhadap keamanan ekonomi (economic security), keamanan lingkungan (environmental security), keamanan energi (energy security), keamanan pangan (food security), keamanan manusia secara luas, keamanan nasional, dan bahkan internasional.
Dalam menghadapi perang asimetris tersebut, kekuatan militer (hard power) bukan menjadi solusi yang proporsional karena medan peperangan dalam perang ini seringkali bersifat intangible. Dengan kata lain, untuk memenangkan perang asimetris diperlukan keterlibatan seluruh stake holder di luar pihak militer, yang bersatu padu memadukan segala sumber daya yang dimiliki secara bersama. Bagi pihak militer, kehadiran perang asimetris menuntut respon yang memadai, terutama dalam melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk tetap profesional melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya.
Ancaman Terhadap NKRI
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, dalam perang asimetris, pihak militer tidak hanya berhadapan dengan aktor negara, melainkan juga aktor non-negara, seperti kelompok teroris, separatis, dan kelompok lainnya. Kelompok-kelompok ini memanfaatkan kemajuan teknologi dan globalisasi, untuk melakukan aksinya karena didukung oleh kondisi bahwa mobilitas pemikiran/perintah tidak terhalang oleh batas geografis dan alam. Kelompok teroris menggunakan sarana komunikasi, internet dan fasilitas perbankan untuk memudahkan aksinya. Mereka mampu mentransfer sejumlah dana mengalir melalui transaksi di bank di seluruh dunia. Dengan menggunakan email, website, memungkinkan anggota jaringan teroris diseluruh dunia dapat berkomunikasi dengan efektif walaupun mereka tidak pernah bertemu (face to face). Melalui cara ini, mereka bisa melakukan indoktrinasi dengan efektif untuk mengajak melakukan suatu tindakan. Dalam rangka menyampaikan perintah pemimpin tidak perlu bertemu muka dengan anggota, tetapi cukup dilakukan dari tempat yang aman dan jauh, sehingga tidak terjangkau aparat.
Media dan teknologi informasi telah membuat perubahan yang sangat luar biasa dalam kehidupan manusia. Teknologi informasi didorong oleh globalisasi akan meningkatkan interaksi kelompok teroris, separatis, kelompok anti pemerintah dan juga jaringan kejahatan international lainnya, sehingga memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi, teknologi, keuangan, pergerakan yang lebih canggih. Teknologi informasi juga memberikan kemungkinan kepada kelompok separatis dan teroris di tingkat lokal mengorganisir operasi ditingkat global, dengan memanfaatkan kelompok politik yang terus menekan pemerintah. Kelompok tersebut menggunakan jasa internet, email, website yang mewujudkan kehadiran global untuk propaganda, menggalang pendukung baik personil maupun dana, dan menggunakannya secara terorganisir.
Jaringan teroris dan separatis sangat sulit dipenetrasi karena berlandaskan ideologi dan fanatisme. Lain halnya dengan jaringan kriminal yang didasari oleh uang sehingga mudah untuk dihancurkan. Serangan-serangan melalui jaringan komputer sulit dilakukan pembalasan karena tidak jelas pihak yang mendukung dan mengontrol operasinya, kecuali ada pengakuan dari pelaku. Lawan tidak mungkin menyerang kekuatan militer, tetapi mereka akan menyerang sistem komputer bandara yang merusak sistem kontrol pesawat sehingga terjadi insiden dan pemerintah dipaksa harus menutup airport, yang tentunya akan merugikan negara, atau menggangu sistem kontrol di luar negeri yang akan menghambat dunia usaha.
Kondisi Satuan Infanteri dalam menghadapi perang Asimetris.
Setelah membahas perang Asimetris maka terdapat empat kecenderungan yang terpola dalam evolusi dari perang Asimetris tersebut sebagai berikut:
- Pencapaian mission orders akan cenderung semakin banyak ditentukan oleh aksi organisasi level bawah. Karena itu pengertian akan tujuan dari misi harus dimiliki oleh organisasi level terbawah sehingga mereka merespon perkembangan dengan secepatnya bertindak tanpa harus mengkompromikan mission orders yang lebih besar.
- Pergeseran unit terkecil harus mampu beroperasi secara mandiri dan tidak bergantung pada logistik terpusat. Setiap unit harus dapat hidup dari sumber daya alam dan sumber daya musuh yang berhasil dikuasai.
- Semakin pentingnya kemampuan manuver, dibandingkan jumlah ataupun firepower, mengingat konsentrasi massa dan firepower justru membuat semakin mudah untuk diserang. Di masa yang akan datang, pasukan yang kecil, berkemampuan manuver yang tinggi, cepat dan lincah akan mendominasi pertempuran.
- Kecenderungan untuk menyerang lawan secara internal dengan menghancurkan kekuatan fisiknya. Hal ini bisa dicapai, antara lain dengan menekan basis politik, finansial dan material lawan agar tidak lagi memberikan dukungan pasukan lawan, atau bahkan menekan basis tersebut untuk menghentikan perang.
Keempat kecenderungan ini membuat perang Asimetris akan menjadi perang tanpa bentuk yang jelas. Garis pemisah antara perang dan damai semakin menipis, dengan front non linear, bahkan mungkin tidak ada medan tempur yang dapat didefinisikan dengan jelas. Garis pemisah antara rakyat sipil dan militer semakin tidak jelas. Perang akan terjadi dalam seluruh dimensi, termasuk pada dimensi kultural, maka perang psikologis menjadi salah satu dimensi yang sangat dominan. Pada level strategi, target peperangan pada generasi ini adalah menyerahnya motivasi pembuat kebijakan difihak lawan, sehingga kemenangan strategis diperoleh dengan serangkaian serangan terkoordinasi dan simbolik melalui ragam cara untuk menghacurkan infrastruktur ekonomi, sosial budaya dan Politik Negara, yang akan meruntuhkan semangat perlawanan pemimpin Politik Negara
Sistem Pertahanan Indonesia bersifat semesta mengacu dari Amanat UUD 1945 Pasal 30 ,dimana usaha Pertahanan Negara dilaksanakan melalui sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta,yang diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI,dimana sistem Pertahanan Negara dibangun dan dipersiapkan secara dini oleh pemerintah melalui usaha membangun kekuatan dan kemampuan pertahanan yang kuat dan disegani baik oleh kawan maupun lawan. TNI adalah bagian dari komponen utama pertahanan yang menjalankan fungsi pertahanan menjabarkan UU No 3/2002 agar lebih operasional yang diatur dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI dimana TNI mempunyai tugas pokok untuk menegakan kedaulatan negara,mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,serta melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Namun jabaran dari UU No 34/2004 terdapat kendala dalam melaksanakan tugas pokoknya baik dalam OMP maupun OMSP dimana tidak ada rujukan teknis yang menjadi kewenangan TNI karena umumnya tugas-tugas tersebut bersifat bantuan yang harus mempunyai legitimasi hukum sebagai payung hukum dalam implementasinya,padahal sesungguhnya tugas-tugas tersebut cukup bisa menjawab bagaimana menghadapi perang Asimetris.
Dalam perjalanannya sesuai dengan trend yang semakin berkembang dan dinamis dimana perspektif ancaman semakin mengglobal, maka Pussenif selaku LKT TNI AD dan penanggung jawab pembinaan latihan satuan infanteri perlu mengambil peran dengan membuat suatu terobosan yang inovatif dalam mengembangkan taktik dan teknik baik dalam OMP maupun OMSP dalam menghadapi perang Asimetris tersebut , karena bila tidak maka kemampuan satuan operasional tidak akan mampu menjawab tantangan yang semakin tinggi. Program latihan yang disiapkan umumnya masih menggunakan Doktrin dan taktik lama yang mengadopsi ilmu perang dari luar negeri seperti latihan Pertahanan di daerah hampa atau kosong,pertahanan pantai ,serangan dengan menyerang ketinggian dan latihan-latihan lain yang sudah digariskan dari komando atas,sehingga para Komandan Satuan kehilangan inisiatif untuk berinovasi karena program latihan yang digelar bersifat menoton dan membuat kejenuhan bagi prajuritnya yang tentunya berpengaruh kepada skill baik perorangan maupun satuannya. Selain itu Pussenif perlu juga belajar dari pengalaman beberapa negara yang sudah mengalami perang Asimetrik ,dimana taktik dan teknik perang konvensional harus mulai ditata ulang menyesuaikan evolusi taktik bertempur yang semakin berkembang sesuai trend yang paling muthahir. Kedepan program latihan tidak harus selalu bersifat given dari atas akan tetapi Pussenif harus dapat memanfaatkan situasi untuk menggali pengalaman perwira-perwira muda yang memiliki pengalaman tugas dan sekolah, baik dalam maupun luar negeri untuk memberikan masukan dalam merumuskan latihan yang sesuai dengan paradigma ancaman yang berkembang saat ini .
Kesimpulan dan Saran
Berangkat dari uraian diatas tentang perang Asimetrik maka trend perkembangan ancaman ke depan sudah tidak dapat lagi dihadapi dengan taktik dan teknik bertempur konvensional yang selama ini dipelajari dan dilatihkan yang merupakan bagian dari taktik dan teknik perang generasi kedua, dimana perimbangan kekuatan pasukan penyerang dan yang bertahan adalah 3 : 1 serta posisi-posisi pertempuran cenderung menghindari daerah pemukiman penduduk atau yang sering dilatihkan di satuan maupun didalam lembaga pendidikan latihan di medan yang kosong atau tidak berpenduduk. Namun trend saat ini dihadapkan pada perkembangan global, musuh yang dihadapi adalah arena perang yang tersebar frontnya dan tanpa bentuk yang jelas,garis pemisah antara perang dan damai semakin menipis.
Perang ini akan menjadi perang dengan front yang non linier, bahkan mungkin tidak ada medan tempur yang terdefinisi dengan jelas maupun garis pemisah antara rakyat sipil dan militer semakin tidak jelas. Dari uraian diatas untuk mengantisipasi perang Asimetris dihadapkan dengan perpektif ancaman yang semakin mengglobal disarankan beberapa hal sbb :
- Perlu suatu perubahan strategi,taktik dan teknik yang diawali dengan perubahan tentang payung hukum baik undang-undang maupun doktrin taktik bertempur TNI Angkatan Darat yang mampu menjawab tuntutan dan tantangan tugas pada masa kini dan masa yang akan datang. Upaya tersebut dilakukan dengan mengevaluasi dan memperbaiki taktik pertempuran yang sudah dimiliki.
- Bila telah terjadi revisi Doktrin,maka Pussenif Kodiklat TNI AD selaku LKT mempunyai kewajiban untuk mampu mengembangkan taktik dan teknik baik OMP maupun OMSP yang lebih fleksibel menghadapi perkembangan dari trend yang berkembang.
- Penataan Organisasi khususnya pada saat latihan maupun operasional tidak selalu terpaku TOP, tetapi bersifat kenyal dan berubah ubah sesuai kebutuhan, sehingga satuan Infanteri yang dilatih secara baik akan mempunyai ketrampilan yang handal dan memiliki fleksibilitas yang tinggi.
- Perlu didukung logistik yang memadai baik alusista, sarana dan prasarana serta ransum yang memadai dan memenuhi norma standar, sehingga para prajurit infanteri diharapkan tangguh serta mempunyai mobilitas yang tinggi.
- Rekruitmen prajurit-prajurit Infanteri harus benar benar selektif, terutama untuk unsur pimpinan karena kepemimpinan lapangan (Leader ship) yang baik dan pantang menyerah serta didukung kemampuan intelektual yang tinggi diharapkan akan dukung keberhasilan tugas pokok satuan yang dipimpinnya.
Penutup
Demikian penjelasan tentang perang Asimetris dan beberapa saran tentang bagaimana peran Pussennif selaku LKT kecabangan Infanteri dalam menghadapi perang tersebut. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat dijadikan masukan bagi yang berkepentingan.
Naskah ini dipublikasi pada Majalah Gema Infanteri, Edisi 81 tahun 2011.