Setiap negara ingin mengembangkan perdamaian di wilayah dan juga kawasannya. Seperti halnya Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD’45 ikut menciptakan perdamaian dunia diisyaratkan ikut serta mewujudkan perdamaian kawasan seperti di Laut Cina Selatan.
Laut China Selatan sampai kini masih merupakan isu hangat, karena beberapa negara di sekitarnya saling mengklaim sebagai daerahnya, seperti China dan Taiwan serta beberapa negara ASEAN, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam saling mengklaim Kepulauan Spratly. Selain itu ada pula klaim atas kepemilikan Kepulauan Paracel antara China, Vietnam dan Taiwan yang berujung ditempatkannya satu Garnisun China di Kepulauan tersebut pada Agustus 2012.
Posisi Indonesia sebagai No-Claimant State atas sengketa Laut China Selatan, berkepentingan dari sisi Non Operational Area untuk turut serta menciptakan Laut China Selatan yang damai dan stabil. Indonesia sebagai bangsa yang mengedepankan perdamaian senantiasa bersikap Cool and Wise dan sangat mengharapkan sengketa Laut China Selatan diselesaikan dengan cara damai melalui dialog perundingan, seperti yang diperankan ASEAN dalam mengimplementasikan Declaration of Conduct (DoC) of Parties in South China Sea dan mewujudkan Code of Conduct (CoC).
Meski Indonesia tidak terlibat dalam sengketa tersebut, tapi Indonesia menaruh perhatian terhadap masalah itu agar kembali stabil. Indonesia tidak menginginkan peningkatan konflik di daerah tersebut. Oleh karenanya, ada tiga poin penting yang perlu mendapat perhatian dalam penyelesaian Laut China Selatan. Pertama, menciptakan zona damai di daerah tersebut, kedua, menjaga stabilitas keamanan dan ketiga, memberikan kebebasan dalam berlayar freedom of passage dan freedom of navigation.
Indonesia terus mengamati situasi yang berkembang di Laut China Selatan dan akan terus secara konsisten berperan aktif mendorong agar perdamaian dan stabilitas kawasan regional, khususnya di Laut China Selatan dapat tercapai. Indonesia dan China memiliki kebutuhan dan kontribusi terhadap terjaganya stabilitas dan perdamaian kawasan regional Asia Pasifik, termasuk di Laut China Selatan. Indonesia telah menunjukkan komitmennya selama lebih 21 tahun, melaksanakan Lokakarya tentang Laut China Selatan demi terwujudnya perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Indonesia memahami dan memastikan bahwa Tiongkok menganut kepentingan damai dan stabil di kawasan, termasuk Laut China Selatan, bahkan dalam konteks dunia yang stabil dan damai. Hal ini dibuktikan, Tiongkok tidak pernah menjadi provokator ketidakstabilan di kawasan manapun di dunia. Indonesia juga memahami seperti yang disampaikan Presiden Xi pada 28 Maret 2014, bahwa Bangsa Tiongkok adalah “a peace loving nation” karakter Bangsa Tiongkok adalah “Peace-Amity-Harmony” yang sudah mendarah daging di kalangan Chinese People.
Kedaulatan wilayah suatu negara memang mutlak dijaga dan dipelihara, terutama dari perspektif ‘Aspek Historis’ dan ‘Aspek National Dignity’. Saya berpendapat South China Sea sebagai Political Value yang menjadi tantangan sejarah bagi semua Pemimpin China.
Melalui pemahaman sejarah saya pribadi memandang perlu dikembangkan dialog langsung one on one country meeting untuk memperoleh “Mutual Understanding” bagi Claimant Countries tanpa melibatkan peran asing. Pemahaman “Peace Approach” disertai menjaga keamanan, kedaulatan dan kepentingan. Dengan demikian sangat diharapkan No Possible to Fight in South China Sea.