13 tahun lalu pada HUT ABRI ke-53, Kassospol ABRI Letjen TNI SB Yudhoyono dalam wawancara Republika 5 Oktober 1998 menarik garis tebal bahwa semangat reformasi adalah continuities and change yang maknanya mempertahankan apa yang baik dan tepat, sebaliknya memperbaharui apa yang ternyata tidak tepat. Saat itu adalah garis awal ABRI yang selanjutnya menjadi TNI yang terdiri dari matra Darat – Laut dan Udara melakukan perubahan komitmen baik kultural – struktural dan doktrin.
Perjalanan pengabdian TNI 66 tahun dijalani pasang surut seirama dengan pertumbuhan bangsa dan negara yang tidak lepas dari dinamika iklim politik membayangi perjalanan panjang bangsa kita. Para sesepuh dan pendahulu TNI telah bekerja keras dan tidak mengenal menyerah meletakkan nilai-nilai militansi dan profesi sebagai Tentara Nasional Indonesia yang berjuang sebagai alat pertahanan negara yang kredibel dan terpercaya menjaga dan mengawal kedaulatan negara dalam arti yang luas.
Saat itu Republik Indonesia sebagai negara yang lahir dari pengorbanan tetesan darah dan keringat tanpa suatu kemampuan dan kekuatan bersenjata yang terorganisasi secara profesional selain niat dan semangat merdeka atau mati yang menjadi kekuatan dasar para pemuda pejuang sebagai cikal bakal pembentukan kekuatan bersenjata yang sederhana menjadi suatu kekuatan bersenjata nasional yang saat ini memiliki leadership dan management yang kuat dan kokoh serta teruji oleh sejarah selama 66 tahun “dipuji dan dicela” tapi tetap utuh bahkan mampu memperkokoh integritas nasional itulah Tentara Nasional Indonesia.
Pandangan hidup bangsa Indonesia tentang pertahanan negara diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945 yang tidak akan berubah dan tidak terjamah oleh amandemen yang memberi tugas bagi pemerintah negara Indonesia untuk melindungi bangsa dan tumpah darah Indonesia serta berperan dalam ketertiban dunia. Inilah yang menjadi resection dan intersection bagi TNI sebagai alat pertahanan negara dalam menjalankan tugasnya selama 66 tahun bahkan kedepan.
Politik pertahanan sebagai bagian dari politik negara bertujuan untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI serta keselamatan bangsa diselenggarakan oleh pemerintah dengan suatu sistem pertahanan negara yang memposisikan TNI sebagai alat negara berperan alat pertahanan negara.
TNI dibangun dan berkembang profesional dituntut terus eksis dan konsisten mengawal kepentingan politik negara dengan tetap mengacu kepada nilai dan prinsip demokrasi dan supremasi sipil serta menghormati dan mematuhi hukum nasional dan internasional yang telah diratifikasi.
Bila pada saat mengawali reformasi 13 tahun lalu saat TNI dituntut melakukan “perubahan komitmen” sepanjang perjalanan menuju posisi kini TNI “membuktikan perubahan komitmen” dengan berbagai fenomena dan indikasi yang terjadi antara lain tidak tampak lagi pada peran Sospol yang diperankan TNI baik di pemerintahan dan legislatif yang dikenal istilah “kekaryaan”. Kini status TNI sebagai alat negara dibidang pertahanan dalam menjalankan tugasnya tidak lagi secara otomatis melainkan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Kalangan masyarakat telah menjustifikasi bahwa TNI tidak lagi bertindakseperti masa orde baru pada era demokrasi ini. TNI pasti tunduk kepada undang-undang dan ketentuan, kecuali “anak nakal” saja yang ceroboh melanggar dan pasti menerima sanksi. Operasi Militer (OM) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) merupakan koridor bagi TNI untuk mendarma baktikan profesionalismenya kepada bangsa dan negara. Ketentuan perundangan telah melarang institusi dan individu TNI untuk berbisnis dengan konsekuensi pemerintah membiayai TNI dan kesejahteraan prajuritnya. Walaupun bukti perubahan komitmen itu telah terjadi, tapi tuduhan dan tudingan atas fenomena masih terjadi hendaknya TNI lebih menilai sebagai cambuk masih perlunya meningkatkan kemampuan dengan kesabaran terus melakukan koreksi dan waspada bagi segenap anggota TNI untuk “berperilaku matang”. TNI memang dalam mengawali reformasi tidak terhindarkan melakukan “trial and error”, untuk menemukan bentuk yang pas, akan tetapi tentunya dengan kematangan leadership dan intelektualisasi menajemen trial and error harus berubah menjadi “fit and proper” disemua lini pembinaan dan pembangunan kekuatan TNI.
Disisi yang lain eksistensi dan konsistensi juga harus memberikan bukti bahwa jati diri TNI secara prinsip dan filosifi tidak berubah sejak awal kelahirannya. Dengan landasan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, TNI harus yakin dan pasti bahwa jati diri TNI dimana kepentingan bangsa dan negara diatas semuanya. TNI sebagai alat negara harus mampu dan sanggup memenuhi kepentingan negara dalam hal menyelesaikan tantangan tugas dan ancaman bagi negara, sedangkan Pemerintah punya kewajiban untuk mempersiapkanTNI untuk siap melakukan operasi militer terbatas. Ini tugas Negara untuk memiliki angkatan perang yang mobil dan handal. Itulah harapan pada TNI di hari jadinya ke-66. Dirgahayu TNI.